Terkait Konflik Lahan,  Ratusan Petani Dari 9 Desa di OKI Gelar Demo di Kantor Gubernur Sumsel

News, OKI139 Dilihat

Palembang,Arungmedia.com–
Ratusan petani yang berasal dari 9 desa di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menggelar Aksi Demonstrasi di depan Kantor Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Rabu (28/9/2022)

Koordinator Aksi (Korak) Febrian Putra Sopah mengatakan, sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agaria (62 tahun) persoalan agraria semakin pelik. Warga Indonesia yang mayoritas petani semakin tersingkirkan dari lahan mereka atas nama investasi yang rakus akan lahan.

” Oleh sebab itu kami datang kemari, meminta agat Gubernur Sumsel H Herman Deru dapat menyelesaikan konflik dan tuntutan kami dari 9 desa ini, ” pintanya.

Apalagi sambungnya, peristiwa (konflik lahan) yang menimpa di sembilan desa ini sangat menyayat hati.

” Bayangkan, mereka yang hidupnya bergantung pada lahan (petani) justru digusur bahkan sejak enam tahun lalu masyarakat Cawang Gumilir, bertahan sebagai buruh lepas (upahan nyadap karet) dan tinggal pengungsian setelah pihak MHP mengusir mereka dari lahan penghidupannya,” katanya

Lanjutnya, pada aksi yang digelar di Kantor ATR/BPN Sumsel, dan Kantor Gubernur tersebut, pihaknya menyoroti tiga bentuk isu yang mereka perjuangkan. Pertama terkait isu perkebunan sawit yakni 1.725 ha lahan PT Lonsum, berada dalam kawasan hutan tanpa memiliki HGU, bentuk permasalahan kedua ada perkebunan sawit yang menyebabkan perubahan bentang alam akibat kanalisasi milik PT WAJ di Kabupaten OKI.

selanjutnya, HGU milik PT SAML yang harus dievaluasi, karena sejak awal kehadirannya yang ditolak masyarakat pada 2005, masyarakat masih mengolah sampai sekarang sehingga masyarakat meminta HGU di kawasan tersebut dicabut dan menerbitkan sertifikat untuk kepastian hukum. Serta izin baru yang diterbitkan dalam situasi moratorium terhadap PT BHP yang mendapatkan izin dari pemerintah pada 2018 terlebih izin diberikan pada kawasan gambut konservasi yang ada di Desa Jerambah Rengas dan Desa Lebung Hitam, Kecamatan Tulung Selapan.

Baca Juga:   Sering Lakukan KDRT Terhadap Istrinya, Warga Muratara Meringkuk di Penjara

“Kawasan hutan konflik antara masyaraat Cawang Gumilir dengan PT MHP, sejak 2015 pengggusuran yang dilaukan PT MHP menyebabkan 111 KK terus memperjuangkan haknya. Sampai saat ini PT MHP belum mengeluarkan wilayah yang diusulkan sebagai perhutanan sosial dan masyarakat terdampak tidak memiliki tempat tinggal dan lahan,” ujar Febrian

Menyoroti hal itu, Direktur Walhi Sumsel, Yuliusman menyampaikan, ketimpangan penguasaan lahan antara masyarakat dan korporasi sudah berada dalam puncak peminggiran rakyat atas perikehiduan. 80 persen di sektor perkebunan sawit, HTI dan pertambangan telah dikuasai oleh korporasi. Sektor pertambangan 675.830 ha masyarakat harus merasakan dampak pencemaran dan krisis ekologi.

“Sektor perkebunan kayu akasia di mana sektor perkebunan HTI ini kerap kali memicu terjadinya konflik dalam kawasan hutan yang dikelola masyarakat. Total luasan 1.564.493 ha tidak sedikit perampasan lahan kelola masyarkata lahan pertanian. Sedangkan sektor prtkebunan sawit 1.313.094 bukan hanya konflik agraria, melainkan juga menimbulkan kerusakan lingkungan serta pelanggaran hukum,” katanya

Lebih lanjut diungkapkannya, ada beberapa tuntutan, diantaranya Gubernur Sumsel diharapkan memastikan masyarakat Cawang Gumilir mendapatkan lahannya. Pastikan pemulihan wilayah kelola rakyat (WKR) Lebak Belanti dan lain-lain.

“Tadi kami sudah bertemu dengan perwakilan dari Provinsi Sumsel yang menyatakan, menerima dan akan menindaklanjuti apa yang menjadi tuntutan,” ujar Yuliusman seperti dikutip dari Sibernas.com

 

Komentar