Perbuatan Maladministrasi

NASIONAL566 views

Oleh : H.Albar Sentosa Subari*

Perbuatan Maladministrasi yang dilakukan oleh pemerintah harus dipertanggungjawabkan, apalagi jika ada gugatan dari rakyat yang dirugikan di Peradilan Tata Usaha Negara.Hal tersebut untuk memenuhi prinsip kepastian hukum dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan (Sujata,2002:13), menggunakan definisi maladministrasi mengikuti definisi yang digunakan dalam Laporan Tahunan 1997 Ombudsman Eropa, yaitu maladministration occurs when a public body fail to act in accordance with the rule principle which is bondong Upon it, artinya penyimpangan terjadi apabila institusi publik tidak berhasil melakukan kewajiban Undang Undang atau asas asas yang mengikat pejabat publik terkait.(W.Riawan Tjandra,2009:174).
Menyangkut jenis maladministrasi,Foulkes (1982:47) mengikuti Croodman menyebutkan bahwa maladministrasi itu meliputi perbuatan pemerintah yang mengandung unsur unsur: bias ( mengandung prasangka tidak baik), neglect (mengabaikan), inattention (tidak memperlihatkan),deley (menunda bunda),incompetence (tidak cakap),ineptitude (janggal/tidak pada tempatnya), perversity( perbuatan salah),turpitude (jahat),arbitraronness (sewenang wenang),dan seterusnya.
Jenis maladministrasi sebagaimana tersebut di atastersebut terumus Dasar gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PERATUN) dalam Pasal 53 ayat (2) UU No 5 tahun 1986, Sebelum diamendemen, yaitu larangan penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) dan larangan bertindak sewenang-wenang (willekeur), sedangkan dasar gugatan pada Pasal 53 ayat 2 UU nomor 9 tahun 2004 tidak lagi secara tegas merumuskan bentuk perbuatan Maladministrasi tersebut.
Tapi meluaskan pengertian yang meliputi menurut Muchsan (1992:15):
1.Perbuatan melawan hukum oleh penguasa ( onrechtmatige overheidsdaad)
2. Perbuatan melawan Undang Undang (onwetmatige overheidsdaad)
3.Perbuatan yang tidak tepat (onjuist)
4. Perbuatan yang tidak bermanfaat (ondoelmatig) dan
5.Perbuatan yang menyalahgunakan wewenang (detournement de pouvoir).
Klasifikasi perbuatan Maladministrasi menurut Muchsan tersebut lebih luas daripada dasar gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara baik yang pernah dirumuskan dalam Pasal 53 ayat 2 UU no 5 tahun 1986, maupun yang saat ini dirumuskan dalam Pasal 53 ayat 2 UU no 9 tahun 2004.
Munculnya penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara melalui Peradilan Tata Usaha Negara tidak terlepas dari perkembangan penafsiran perbuatan melawan hukum.
Menurut Sujata dkk bahwa Rumusan Dasar Gugatan Dalam Pasal 53 ayat 2 huruf b nomor 9 tahun 2004 yang menggunakan rumusan AAUPB dengan merujuk pada rumusan Asas Asas Umum Penyelenggara Negara dalam UU no 28 tahun 1999, kiranya lebih mendekati pemikiran Sunaryati Hartono sebagai mana diuraikan oleh Sujata dkk tersebut di atas.

*Penulis adalah Ketua Jaringan Pancamandala Sriwijaya – Sumatera Selatan

Komentar